KKG PAI Balikpapan | Ada satu hal yang cukup menarik dari terbitnya Permendikdasmen Nomor 11 Tahun 2025. Bukan soal kurikulum, bukan pula soal muatan pembelajaran. Namun, tentang hadirnya sebuah istilah baru yang (barangkali) akan menjadi perbincangan panjang di ruang guru: Guru Wali.
Bagi sebagian dari kita, istilah ini mungkin terdengar asing. Bahkan ada yang langsung menyamakannya dengan "wali kelas". Padahal, keduanya berbeda. Jika wali kelas selama ini hanya mendampingi siswa dalam satu tahun ajaran, maka guru wali seperti yang dijelaskan dalam peraturan ditugaskan membimbing siswa dari awal hingga lulus. Sebuah peran yang bukan hanya administratif, tapi juga sangat personal dan mendalam.
Yang menarik (dan jujur saja, sedikit membingungkan), regulasi ini belum memberi penjelasan teknis yang mendetail. Tidak dijabarkan bagaimana proses penugasan, beban kerja yang terukur, atau standar pelatihan dan kompetensi yang dibutuhkan. Namun dari poin-poin yang tercantum, kita bisa menangkap arah besarnya: guru wali adalah pendamping utama siswa di jenjang SMP dan SMA/SMK. Ia ditugaskan oleh kepala sekolah dengan memperhitungkan jumlah siswa dan guru yang tersedia.
"Membimbing siswa dari masuk hingga lulus bukan sekadar mendampingi akademik, tapi menemani perjalanan hidup mereka dalam fase penting masa remaja."
Hal lain yang patut dicermati adalah keberadaan ekuivalen 2 jam pelajaran (JP) bagi guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai guru wali. Ini kabar baik. Apalagi bagi guru yang selama ini jam mengajarnya belum genap 24 JP, tentu tambahan ini bisa menjadi penyelamat dalam memenuhi syarat pencairan tunjangan profesi guru (TPG). Tapi, sejujurnya: apakah niat kita menjadi guru wali hanya untuk mengejar 2 JP tambahan?
“Apakah kita menjadi guru wali karena panggilan hati, atau karena kebutuhan administrasi semata? Di sinilah pentingnya refleksi, agar jabatan tak kehilangan ruhnya.”
Kita tentu tak bisa menutup mata bahwa regulasi ini membuka peluang baru. Namun, peluang tanpa kesiapan bisa berubah jadi beban. Maka, penting bagi sekolah dan para guru untuk bersama-sama membangun pemahaman yang utuh apa sesungguhnya esensi dari guru wali? Jika ini dimaknai sebagai amanah untuk membentuk karakter dan membimbing kehidupan siswa, maka semestinya guru yang ditunjuk bukan sekadar memenuhi rasio, tapi juga memiliki kapasitas sebagai pendidik sejati.
Akhirnya, kita semua para guru perlu siap menyambut perubahan ini dengan sikap positif namun kritis. Tugas guru wali bukan sekadar tambahan jam, tapi tambahan jiwa. Jika ini benar-benar menjadi kebijakan nasional, maka tugas kita bukan lagi sekadar mengajar, tetapi menjadi penuntun yang membersamai perjalanan murid dalam menjemput masa depan.
Penulis : Aznur Panca Saputra
Editor : Bayihaqi