KKG PAI Balikpapan | Sebuah angin segar datang dari dunia pendidikan Indonesia. Dalam revisi terbaru Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), muncul wacana yang patut mendapatkan perhatian luas: pemerintah bersama DPR RI tengah membahas perluasan masa wajib belajar dari 9 tahun menjadi 13 tahun. Artinya, tidak hanya pendidikan dasar dan menengah pertama, namun juga jenjang SMA/SMK dan pendidikan anak usia dini (PAUD/TK) akan menjadi bagian dari standar layanan pendidikan wajib bagi seluruh warga negara Indonesia.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, dalam kunjungannya ke Kota Padang pada Selasa, 1 Juli 2025, menyampaikan bahwa perubahan ini bertujuan untuk memperkuat fondasi pendidikan nasional secara menyeluruh. Menurutnya, wajib belajar tidak bisa lagi berhenti di jenjang SMP, karena tantangan zaman telah berubah. Lulusan SMP saat ini belum cukup kuat bersaing di dunia kerja, apalagi dalam konteks globalisasi dan disrupsi digital yang masif. Oleh karena itu, memperpanjang masa wajib belajar hingga SMA/SMK adalah langkah strategis dan mendesak.
“Kami sedang menyusun perubahan Undang-Undang Sisdiknas dan ingin meningkatkan wajib belajar itu sampai 13 tahun, berarti sampai SMA/SMK dan ditambah satu tahun di bawah prasekolah yakni TK atau PAUD,” ujar Hetifah.
Langkah ini, tentu saja, bukan sekadar menambah angka tahun dalam sistem pendidikan. Ini adalah investasi jangka panjang yang sangat penting bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan. Pendidikan usia dini akan memperkuat pondasi karakter, kognitif, dan sosial emosional anak. Sementara pendidikan menengah atas adalah bekal penting menuju dunia kerja atau pendidikan tinggi. Dengan menjadikan keduanya sebagai bagian dari pendidikan wajib, negara menunjukkan keberpihakan serius terhadap pengembangan manusia seutuhnya, sejak dini hingga usia matang.
Namun tentu, perlu disadari bahwa rencana ini tidak lepas dari tantangan. Akses pendidikan yang merata, ketersediaan sarana-prasarana, jumlah dan kualitas guru, serta kesiapan kurikulum adalah beberapa aspek penting yang harus disiapkan secara simultan. Jangan sampai perluasan wajib belajar hanya menjadi regulasi di atas kertas tanpa kesiapan di lapangan. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat menjadi kunci penting dalam realisasi wacana ini.
Lebih dari itu, revisi UU Sisdiknas ini adalah peluang untuk menata ulang sistem pendidikan kita ke arah yang lebih progresif dan inklusif. Kita sedang berada di era di mana pendidikan bukan lagi sekadar hak, tetapi kebutuhan mendesak yang menentukan masa depan bangsa. Maka, upaya menjadikan wajib belajar 13 tahun bukan hanya sebuah kebijakan administratif, tetapi adalah ikhtiar luhur membangun masa depan yang lebih cemerlang.
Sudah saatnya Indonesia melangkah lebih jauh, menyusun peta jalan pendidikan yang berorientasi pada kualitas, keadilan, dan daya saing global. Karena pada akhirnya, seperti yang dikatakan Ki Hadjar Dewantara, “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.” Maka biarlah kebijakan ini menjadi gerbang menuju peradaban yang lebih mulia, dengan pendidikan sebagai pilar utamanya.
Penulis : Aznur Panca Saputra
Editor : Bayiehaqi