KKG PAI Balikpapan | Riuh soal P5 berganti P7, lalu disebut-sebut jadi P8, sempat meramaikan linimasa media sosial para guru dalam beberapa bulan terakhir. Spekulasi demi spekulasi mengemuka, memantik diskusi, candaan, hingga kekhawatiran akan hilangnya salah satu elemen pembelajaran paling progresif di Kurikulum Merdeka: Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Namun kini, polemik itu perlahan mulai menemukan titik terang yang bukan lewat rumor, tetapi melalui regulasi resmi negara.
Adalah Permendikdasmen Nomor 11 Tahun 2025, yang secara tidak langsung memberi sinyal perubahan besar. Dalam dokumen tersebut, tak lagi disebut adanya tugas tambahan guru sebagai Koordinator P5. Yang tercantum justru adalah Koordinator Pembelajaran Berbasis Projek (PBP). Meskipun tidak secara eksplisit menyatakan bahwa P5 dihapus atau diganti, pergeseran istilah ini tentu tak bisa dianggap angin lalu. Bahasa regulasi selalu bermakna: tersirat, terukur, dan seringkali menjadi penanda arah kebijakan pendidikan.
“Dalam dunia pendidikan, perubahan istilah bukan sekadar soal semantik, ia bisa menandai perubahan filosofi, pendekatan, bahkan orientasi pembelajaran.”
Lantas, apakah PBP adalah wajah baru dari P5? Atau, mungkinkah ini adalah pembelajaran projek yang lebih luas, yang tidak hanya berorientasi pada nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila, tetapi juga dapat menyesuaikan konteks mata pelajaran, kebutuhan daerah, atau potensi satuan pendidikan? Kita belum bisa menjawab secara pasti. Karena belum ada turunan regulasi atau petunjuk teknis yang secara gamblang menjelaskan perbedaan atau kontinuitas antara P5 dan PBP.
Namun satu hal yang pasti: perubahan ini akan berdampak pada strategi pelaksanaan di sekolah. Guru yang semula terbiasa menyusun modul dan melaksanakan P5 mungkin perlu menyesuaikan paradigma, tidak hanya dari segi substansi projek, tetapi juga dari sisi manajerial, kolaboratif, dan teknis pelaksanaannya. Apakah projek masih harus lintas disiplin? Apakah masih melibatkan asesmen kompetensi sosial-emosional? Semua itu adalah pertanyaan sah yang menunggu jawaban dari regulasi teknis berikutnya.
“Apapun nama dan bentuknya, projek dalam pendidikan bukanlah sekadar aktivitas tambahan, melainkan metode untuk membentuk manusia pembelajar yang reflektif, kolaboratif, dan kontekstual.”
Maka, sebelum kita terlalu cepat menilai bahwa P5 telah berganti baju, ada baiknya kita bersiap secara bijak. Jika memang benar P5 bergeser menjadi PBP, mari kita sambut dengan optimisme dan kesiapan, bukan dengan cemas atau sinisme. Karena bisa jadi, perubahan ini adalah cara baru untuk memperkuat pembelajaran bermakna di sekolah, tanpa harus terikat dengan konsep lama yang mungkin belum tuntas dievaluasi.
Pendidikan adalah dunia yang dinamis. Dan seperti biasa, yang paling siap berubah bukanlah kurikulum, melainkan gurunya. Maka tugas kita adalah bukan sekadar menanti perubahan, tapi mempersiapkan diri untuk tetap menjadi pendidik bermakna, dalam nama apapun projeknya nanti.
Penulis : Aznur Panca Saputra
Editor : Bayiehaqi