Disclaimer: Tulisan ini ditujukan untuk memberi sudut pandang ringan dan reflektif dari kacamata seorang Pendidik. Jika Anda sedang butuh senyum tipis sambil ngopi sore, silakan lanjutkan membaca. Jika tidak, boleh dilewati saja.
Belum lama ini, kami menyambut dengan antusias rilis dokumen Capaian Pembelajaran (CP) terbaru dari Kemendikdasmen. Disebut-sebut sebagai hasil revisi besar-besaran, penyederhanaan kurikulum, hingga penyelarasan arah pembelajaran nasional. Wajar jika ekspektasi kami cukup tinggi, setidaknya akan ada penyegaran substansi demi mendukung implementasi pembelajaran yang lebih bermakna.
Namun ketika dibuka dan ditelaah… yang tampak mencolok justru hal yang sangat teknis: perubahan istilah “Peserta Didik” menjadi “Murid”. Perubahan ini konsisten ditemukan di banyak bagian, seolah proses revisi yang dilakukan cukup menggunakan shortcut: Ctrl + H (Find & Replace). Apakah ini hasil penyederhanaan yang dijanjikan? Rasanya, perlu kajian lebih lanjut sebelum menyimpulkan.
“Sebagai guru, kami tentu berharap revisi bukan sekadar kosmetik bahasa, tapi menyentuh esensi pembelajaran yang lebih sederhana, fleksibel, dan berdampak langsung di kelas,”
Melanjutkan pembacaan, kami menemukan bahwa struktur materi, bobot konten, dan arah capaian pembelajaran belum banyak mengalami perubahan berarti. Harapan akan “penyederhanaan” masih belum terwujud secara nyata. Meskipun istilah yang digunakan kini lebih akrab di telinga, namun tantangan substansial dalam implementasi pembelajaran tampaknya masih memerlukan perhatian lebih serius.
“Kalau CP hanya ganti istilah tapi bebannya sama, murid tetap kewalahan dan guru tetap terbebani. Jadi, esensinya belum bergeser,”
Kami sangat menghargai setiap bentuk pembaruan dan kerja keras tim penyusun kurikulum nasional. Namun sebagai praktisi di lapangan, wajar bila kami menyuarakan harapan akan perubahan yang lebih mendalam, bukan hanya dalam istilah namun juga pendekatan, beban materi, serta fleksibilitas penerapan. Ini penting agar kurikulum benar-benar hadir sebagai alat bantu pembelajaran, bukan beban tambahan.
Akhir kata, mari kita tunggu dan kawal bersama proses ini. Barangkali dokumen yang saat ini beredar masih dalam tahap awal. Kita semua berharap bahwa revisi kurikulum benar-benar menuju penyederhanaan, bukan sekadar penyuntingan istilah. Karena yang kita butuhkan bukan hanya CP yang baru, tapi CP yang benar-benar mempermudah guru mengajar dan murid belajar.
Penulis : Tim Redaksi Portal KKG PAI Balikpapan