KKG PAI Balikpapan - Pernah nggak sih, kita datang ke restoran, lihat menu lalu semuanya ditulis dalam Bahasa Inggris? Misalnya ada nama menu seperti “Stuffed Joybean Corn.” Karena penasaran dan pengen coba hal baru, kita pesan saja. Tapi begitu pesanan datang, ternyata… bakwan juga!
Itulah yang sedang terjadi juga di dunia pendidikan kita hari ini. Banyak istilah yang terdengar keren dan canggih, namun sejatinya hanya pembungkus dari hal yang sudah biasa kita lakukan. Bahasa yang “dibikin susah” seolah membuatnya tampak baru dan eksklusif. Padahal, esensinya ya tetap sama: mendidik anak dengan cara yang terbaik dan sesuai kebutuhannya.
Contohnya, saya baru-baru ini ngobrol dengan seorang guru senior, sebut saja Pak Boy. Di minggu pertama tahun ajaran baru, beliau bilang begini, “Saya mau cek kepandaian dulu lima hari ini.” Maksudnya? Ya, beliau ingin memetakan kemampuan awal siswa, mengenali karakter dan gaya belajarnya. Bahasa kerennya sekarang sih: asesmen diagnostik. Tapi buat Pak Boy, cukup disebut “cek kepandaian”. Sederhana, membumi, dan jelas maknanya.
“Sebagus apapun istilah pendidikan, kalau tidak dipahami guru dan tidak membumi di kelas, maka hanya akan jadi jargon. Pendidikan itu soal praktik, bukan sekadar diksi.”
Bahkan, jauh sebelum istilah-istilah modern itu digaungkan pemerintah, para guru kita sudah melakukannya.
Diferensiasi pembelajaran? Sudah dilakukan saat guru membedakan tugas untuk anak yang cepat belajar dan anak yang perlu lebih banyak waktu.
Sumatif dan formatif? Guru sejak dulu sudah menilai harian dan akhir semester. Hanya saja dulu tidak dinamai demikian.
“Yang penting Murid bisa belajar dengan cara yang seru dan mudah dimengerti, Bapak dan Ibu guru nggak usah pakai kata-kata yang susah.”
Maka, mari kita renungkan: apakah istilah-istilah rumit itu benar-benar membantu?
Ataukah justru menjauhkan para pelaku pendidikan dari pemahaman esensial?
Jangan sampai perubahan hanya sebatas nama dan label, sementara praktiknya tetap sama dan bahkan menjadi lebih membingungkan.
Karena pada akhirnya, tujuan utama pendidikan bukanlah soal seberapa keren istilahnya, tapi seberapa dekat ia bisa menyentuh kebutuhan murid, dan seberapa dalam ia dipahami oleh guru. Kadang, sederhana itu justru lebih bermakna.
Penulis : Aznur Panca Saputra
editor : Bayiehaqi