Beberapa laporan dari lapangan menunjukkan fenomena yang cukup memprihatinkan dalam pengelolaan kelas di sejumlah satuan pendidikan dasar. Salah satu kasus yang sering muncul adalah pembagian jumlah peserta didik yang tidak merata saat terjadi penambahan rombongan belajar (rombel). Misalnya, ketika jumlah siswa baru mencapai 33 orang, sekolah memilih membaginya menjadi dua kelas, namun dengan pembagian yang tidak seimbang: satu kelas diisi 20 orang dan kelas lainnya hanya 13. Ini tentu mengundang pertanyaan besar: mengapa tidak dibagi secara proporsional?
Sayangnya, pembagian seperti ini seringkali dikaitkan dengan alasan yang keliru. Salah satunya adalah keyakinan bahwa rombel harus berisi minimal 20 siswa agar tunjangan profesi guru (TPG) dapat dicairkan. Padahal, pemahaman ini tidak memiliki dasar regulasi yang valid di masa kini. Sering kali disebut aturan “dari atas”, tetapi tidak pernah jelas apa yang dimaksud dengan “atas” tersebut, apakah dari kebijakan nasional atau hanya sekadar penafsiran sepihak?
Untuk diketahui, regulasi yang sah saat ini terkait jumlah siswa per kelas adalah Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023. Dalam aturan tersebut, disebutkan dengan tegas batas maksimal jumlah siswa per rombel, bukan batas minimal. Contohnya, untuk jenjang SD, jumlah maksimal siswa dalam satu kelas adalah 28 orang. Artinya, bila jumlah siswa melebihi angka tersebut, maka perlu dibuat rombel tambahan. Namun, tidak pernah diatur bahwa satu rombel wajib berisi minimal 20 siswa.
Memang, pada masa lalu pernah ada aturan tentang jumlah minimal siswa per rombel, yakni dalam Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, yang menyebutkan bahwa satu rombel SD diisi minimal 20 siswa. Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa regulasi tersebut telah dicabut dan tidak lagi berlaku. Sehingga menjadikan aturan lama sebagai dasar pengambilan keputusan saat ini adalah tindakan yang tidak relevan secara hukum.
Kesimpulannya sederhana: jika jumlah siswa 33 orang dan perlu dibagi ke dua kelas, maka pembagian yang paling adil adalah 16 dan 17 siswa per kelas, bukan 20 dan 13. Pembagian proporsional akan menciptakan keadilan beban kerja bagi guru serta memberikan ruang belajar yang lebih ideal bagi siswa. TPG sendiri berkaitan dengan jumlah jam mengajar (JP), bukan jumlah siswa. Sudah saatnya kita berhenti membuat kebijakan asal-asalan dan mulai menempatkan aturan sesuai porsinya demi mutu pendidikan yang lebih bermartabat.
Dasar Hukum yang Berlaku
-
Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023 tentang Standar Sarana dan Prasarana pada Satuan Pendidikan
-
Pasal 8 ayat (2) menyebutkan bahwa jumlah peserta didik maksimal dalam satu rombongan belajar (rombel) adalah sebagai berikut:
-
PAUD: maksimal 15 anak per rombel
-
SD: maksimal 28 siswa per rombel
-
SMP: maksimal 32 siswa per rombel
-
SMA: maksimal 36 siswa per rombel
➤ Catatan penting: Tidak ada ketentuan mengenai jumlah minimal siswa dalam satu rombel.
-
-
Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
-
Pasal 24 menyebutkan bahwa jumlah minimal peserta didik dalam rombel SD adalah 20 siswa, maksimal 28 siswa.
➤ Catatan penting: Permendikbud 17/2017 ini telah dicabut dan tidak berlaku lagi secara otomatis setelah terbitnya regulasi-regulasi baru (termasuk Permendikbudristek 47/2023) sebagai bagian dari penyederhanaan regulasi pendidikan.
-
-
Tunjangan Profesi Guru (TPG)
-
TPG diatur dalam:
-
PP Nomor 41 Tahun 2009
-
Permendikbudristek Nomor 45 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Tunjangan Profesi Guru, Tunjangan Khusus, dan Tambahan Penghasilan bagi Guru ASN Daerah
-
-
TPG tidak ditentukan berdasarkan jumlah peserta didik per rombel, melainkan dipengaruhi oleh beban kerja guru dan jumlah jam mengajar (JP) minimal 24 JP per minggu (untuk guru kelas SD).
Penulis : Tim Redaksi Portal KKG PAI Balikpapan
-